Taka (Tacca leontopetaloides) adalah tumbuhan berumbi yang masuk ke dalam famili Dioscoreaceae. Tumbuhan ini berasal dari Asia Tenggara, namun tersebar pula ke wilayah Indo-Pasifik sebagai tumbuhan introduksi. Penyebarannya dibawa oleh orang Austronesia selama masa prasejarah.
Taka merupakan tumbuhan terna berumbi yang tingginya dapat mencapai hingga 2 m. Umbinya membulat dan memipih atau menjorong lebar, berkulit tipis, berwarna cokelat muda jika masih muda dan berubah menjadi abu-abu gelap atau cokelat tua ketika sudah tua. Bagian dalamnya berwarna putih susu, tumbuh di bawah permukaan tanah hingga kedalaman 50 cm. Dalam pertumbuhannya, umbi yang terbentuk terlebih dahulu biasanya berukuran kecil dan berubah menjadi guan (cokelat keabu-abuan), sedangkan umbi anakannya berwarna lebih muda dan berukuran lebih besar. Di Yogyakarta, kajian ekologi dilakukan tepatnya di Kabupaten Gunungkidul, Kulon Progo, dan Bantul. Kerapatan populasi taka di Gunung Batur dipengaruhi oleh lokasi yang jauh dari permukiman. Selain itu, sering kali pada lokasi pengamatan dijumpai pengembangan tanaman budi daya, seperti singkong dan kacang-kacangan. Sementara itu, taka umumnya dimanfaatkan sebagai pakan ternak.
Kandungan penting :
Kandungan proksimat tepung taka per 100 g adalah :
Karbohidrat 83,07 g
Protein 6,26 g
Lemak 0,19 g
Ca 87,72 mg
P 425,82 mg
Fe 2 mg
Vit. C 0,31 mg
Abu 1,3 g
Kadar air 15,65 g dan energi total yang dihasilkan 334 kkal
Khasiat :
- Dapat menyimpan air dan karbohidrat, keunggulan tersebut menjadikannya potensial sebagai sumber pangan alternatif untuk daerah kering dan pesisir pantai (Syarif et al., 2014).
- Bahan makanan tradisional dan menjadi sumber pati penting daerah arid (Ndouyang et al., 2014). Penduduk lokal di Kepulauan Karimunjawa juga telah memanfaatkan umbi lengkir (tanaman taka) untuk pembuatan kue-kue, tidak hanya umbinya yang dapat dimanfaatkan, daun lengkir juga berpotensi menjadi moluscisida atau racun moluska (Huang et al. 2002).
- Lengkir (tanaman taka) juga sudah dimanfaatkan sebagai bahan obat di beberapa daerah di Indonesia (Habila et al. 2011). Berdasarkan laporan Ndouyang (2014) bahwa terjadi peningkatan konsentrasi dalam feses tikus yang mengkonsumsi lengkir sehingga diduga lengkir dapat digunakan sebagai pelarut lemak. Tumbuhan lengkir di Bangka Barat masih dalam tahap pengenalan secara umum dan uji coba budidaya.
- Tumbuhan lengkir di Pulau Bangka dikenal sebagai tumbuhan liar dan belum banyak diketahui kegunaanya oleh masyarakat. Tumbuhan ini tumbuh baik pada daerah ternaungi dan tanah berpasir dengan kandungan pasir mencapai 95%, pH 5,5-6,3 kandungan C/N ratio 12-13, dan suhu udara 31⁰C – 34⁰C (Setiawan & Setiani 2015).
- Tumbuhan lengkir dapat ditemukan mulai tepi laut (0 m dpl) hingga ketinggian sekitar 220 m dpl (Wawo et al., 2015), tidak hanya sebagai tumbuhan pantai, lengkir juga dapat hidup di savana yang beriklim kering karena umbinya mampu menyimpan air (Ukpabi et al., 2009) bahkan lengkir juga ditemukan di Hutan Kerangas.
Sumber : Lipi, Jurnal Penelitian Biologi, serta disarikan dari berbagai sumber.